Halaman

Jumat, 25 Oktober 2013

Saijah dan Adinda (Multatuli, Max Havelaar)

Aku tak tahu di mana aku akan mati.
Aku melihat samudera luas di pantai selatan ketika datang ke sana dengan ayahku, untuk membuat garam;
Bila aku mati di tengah lautan, dan tubuhku dilempar ke air dalam, ikan hiu berebutan datang;
Berenang mengelilingi mayatku, dan bertanya; "Siapa diantara kita akan melulur tubuh yang turun nun di dalam air?"
- Aku tak akan mendengarnya -

Aku tak tahu di mana aku kan mati.
Kulihat  terbakar rumah Pak Ansu, dibakarnya sendiri karena ia gelap mata;
Bila ku mati dalam rumah sedang terbakar, kepingan kepingan kayu berpijar jatuh menimpa mayatku;
dan di luar rumah orang-orang berteriak melemparkan air pemadam api;
-Aku tak akan mendengarnya-


Aku tak tahu di mana aku akan mati.
kulihat Si Unah kecil jatuh dari pohon kelapa, waktu memetik kelapa untuk ibunya;
Bila aku jatuh dari pohon kelapa, mayatku terkapar di kakinya, di dalam semak, seperti si Unah;
Maka ibuku tidak akan menangis, sebab ia sudah tiada. tapi orang lain akan berteriak; "Lihat Saijah di sana!" dengan suara keras;
-Aku tak akan mendengarnya-

Aku tak tahu di mana aku akan mati.
kulihat mayat Pak Lisu,yang mati karena tuanya, sebab rambutnya sudah putih;
Bila aku mati karena tua, berambut putih, perempuan meratap di sekeliling mayatku;
dan mereka akan menangis keras-keras, seperti perempuan menangisi mayat Pak Lisu; dan juga cucu-cucunya akan menangis, keras sekali;
-Aku tak akan mendengarnya-

Aku tak tahu di mana aku akan mati,
Banyak orang mati ku lihat di Badur. mereka dikafani dan ditanam di dalam tanah;
Bila aku mati di Badur, dan aku ditanam di luar desa, arah ke timur di kaki bukit dengan rumputnya yang tinggi;
Maka Adinda akan lewat di sana, tepi sarungnya perlahan mengingsut mendesir rumput,....
-Aku akan mendengarnya-

Tidak ada komentar: